By. Rumiati A. Ismail
Namaku Rumiati A. Ismail. Aku lahir di
sebuah desa kecil di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah, pada 20 April
2006. Aku adalah anak perempuan pertama dari empat bersaudara, dengan tiga adik
laki-laki. Aku dibesarkan oleh seorang ibu hebat yang mengajarkanku arti
ketulusan, dan seorang ayah yang diam-diam memendam lelahnya demi melihat kami,
anak-anaknya, hidup bahagia.
Sejak kecil, aku memiliki mimpi besar,
meski tumbuh di lingkungan dan keluarga yang serba terbatas. Sebagai anak
pertama, aku sadar memiliki tanggung jawab untuk menjadi teladan bagi
adik-adikku. Kesadaran itu menguatkanku untuk berjuang lebih keras, mengubah
keadaan, dan menghadiahkan kehidupan yang lebih baik bagi orang tuaku dan
adik-adikku.
Mimpiku sederhana: menjadi sarjana pertama
dalam keluargaku dan membanggakan orang tuaku. Aku ingin membuktikan bahwa anak
desa sepertiku juga bisa sukses dan mengubah nasib melalui pendidikan. Bagiku,
kuliah bukan sekadar belajar, tetapi perjalanan panjang tentang perjuangan dan
harapan.
Namun, jalan menuju mimpi itu tak
selalu mulus. Aku tahu kondisi keluargaku mungkin tak mampu membiayai
pendidikanku, melihat bagaimana kedua orang tuaku sudah berjuang keras hanya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi aku meyakinkan diriku bahwa mimpi
ini layak diperjuangkan, apa pun rintangannya.
Beasiswa menjadi jawaban dari usaha
dan doa yang tak pernah berhenti kupanjatkan. Dengan beasiswa, aku bisa
melanjutkan pendidikan dan melangkah lebih dekat menuju mimpiku. Aku sadar, ini
bukan hanya tentang diriku, tetapi tentang harapan besar kedua orang tuaku.
Kini aku melangkah setahap demi
setahap, menempuh pendidikan di Universitas Negeri Gorontalo kampus yang
menjadi impian banyak orang. Hidup di kota orang mengajarkanku banyak hal:
tentang rindu yang terus menggantung pada keluarga, dan tentang belajar mandiri
menghadapi segala keterbatasan. Aku percaya, selama ada usaha, doa orang tua,
dan hati yang kuat, jalan menuju mimpi itu akan selalu ada.
Menjadi anak perempuan pertama
mengajarkanku untuk tumbuh lebih kuat sebelum waktunya dan dewasa sebelum
semestinya. Di tengah segala keterbatasan, aku menggenggam satu mimpi
sederhana: menjadi sarjana pendidikan pertama dalam keluargaku. Bukan sekadar
meraih gelar, tetapi untuk membuktikan bahwa anak dari keluarga sederhana juga
layak berdiri dengan bangga di hadapan orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar