Senin, 07 Juli 2025

Ketimpangan yang Dilanggengkan

 By Akbar R Mokodompit


Ilustrasi

Karl Marx menulis Das Kapital bukan sekadar untuk menjelaskan bagaimana ekonomi bekerja, tetapi untuk membongkar logika eksploitatif yang menjadi jantung dari kapitalisme. Dalam Kapital, Marx menunjukkan bahwa modal bukanlah sesuatu yang netral. Ia adalah alat bagi kelas pemilik modal untuk menindas kelas pekerja. Kapitalisme bekerja dengan menghisap nilai lebih dari tenaga kerja, sehingga keuntungan hanya menumpuk pada satu kelas, sementara kelas lain hidup dalam ketergantungan dan kemiskinan yang struktural.

Ketika kita memotret Indonesia hari ini, gagasan Marx terasa begitu relevan. Meski secara konstitusi Indonesia menyatakan diri sebagai negara dengan sistem ekonomi kerakyatan, dalam kenyataan sehari-hari, sistem ekonomi kita sangat kapitalistik. Privatisasi, liberalisasi, dan penguasaan sumber daya oleh segelintir elite menjadi bukti nyata. Tanah dikuasai korporasi, sumber daya alam diekspor demi keuntungan perusahaan asing, dan kaum pekerja terus dibebani sistem kerja fleksibel yang tidak memberikan jaminan masa depan.

Kelas borjuis di Indonesia tidak hanya terdiri dari para pemilik modal besar, tetapi juga mencakup politisi, pejabat, dan elite partai yang berkolaborasi dengan kekuatan ekonomi. Mereka adalah wajah lokal dari kelas penindas yang digambarkan Marx. Melalui kekuasaan politik, mereka menentukan arah kebijakan negara—dari undang-undang, anggaran, sampai sistem pendidikan—yang semuanya berfungsi melanggengkan dominasi ekonomi mereka. Inilah bentuk kekuasaan kelas dalam wujud nyata: kelas atas membuat sistem, kelas bawah dipaksa taat.

Sementara itu, kelas pekerja di Indonesia semakin tercerai-berai. Buruh pabrik, petani gurem, nelayan miskin, hingga pekerja informal di kota-kota besar, semuanya berada dalam kondisi kerja yang tidak manusiawi. Upah murah, PHK massal, dan tidak adanya jaminan sosial menjadi masalah sehari-hari. Mereka dihisap secara ekonomi, sekaligus dijauhkan dari kesadaran kelas. Negara tak hadir sebagai pelindung, melainkan sebagai pelayan kepentingan modal.

Sayangnya, banyak dari masyarakat Indonesia telah terseret dalam ilusi mobilitas sosial palsu. Ketika seseorang berhasil naik secara ekonomi, ia dianggap berhasil secara individual, tanpa menyadari bahwa sistemnya tetap timpang dan menindas yang lain. Kapitalisme di Indonesia bukan hanya menciptakan ketimpangan ekonomi, tapi juga ketimpangan kesadaran.

Marx menulis Kapital untuk menunjukkan bagaimana sistem ekonomi tidak bisa dilepaskan dari relasi kuasa. Dan Indonesia hari ini adalah cermin dari peringatan Marx: ketika negara membiarkan segelintir orang menguasai alat produksi, maka hukum, moralitas, bahkan pendidikan akan dibentuk sesuai kepentingan mereka.

Dalam kondisi seperti ini, perjuangan kelas bukan lagi romantisme ideologis, tapi kebutuhan untuk bertahan hidup. Maka yang perlu dibangkitkan bukan hanya kesadaran akan ketimpangan, tetapi juga keberanian untuk menantangnya. Sebab jika rakyat tidak sadar mereka sedang ditindas, maka sistem akan terus berjalan dengan tenang, dan ketidakadilan akan dianggap sebagai kewajaran.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ketimpangan yang Dilanggengkan

 By Akbar R Mokodompit Ilustrasi Karl Marx menulis Das Kapital bukan sekadar untuk menjelaskan bagaimana ekonomi bekerja, tetapi untuk membo...