Rabu, 02 Juli 2025

PERKENALAN

PERKENALAN BLOG HMJ IHK PPKN

    Blog ini merupakan media resmi yang berada di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum dan Kemasyarakatan, serta dikelola secara langsung oleh Bidang Penalaran dan Keilmuan. Blog ini bertujuan sebagai wadah untuk menampung, membagikan, dan mengembangkan gagasan-gagasan kritis serta karya tulis ilmiah mahasiswa. Adapun jenis tulisan yang akan dipublikasikan di blog ini mencakup berbagai bentuk, antara lain:

  1. Artikel Populer, Artikel Opini
  2. Puisi 
  3. Hasil Analisis
  4. Resume Buku
  5. Puisi atau 
  6. Cerpen
Tulisan bisa dikirim di E-Mail : hmjihkppkn@gmail.ung


Selasa, 24 Juni 2025

INKONSITENSI DAN DINAMIKA KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA

 


Oleh : Yasrin A. Abas

Indonesia merupakan salah satu negara yang menunjukkan frekuensi perubahan kurikulum yang relatif tinggi, terutama dalam kaitannya dengan dinamika perubahan kepemimpinan dan kebijakan politik nasional. Sejak kemerdekaan, sistem pendidikan Indonesia telah mengalami setidaknya sepuluh kali pergantian kurikulum, yaitu: Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994 beserta Suplemen Kurikulum 1999, Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013 (K-13), hingga Kurikulum Merdeka yang mulai diimplementasikan pada tahun ajaran 2022/2023.

 Ketidakkonsistenan dalam penerapan kurikulum nasional menimbulkan risiko yang signifikan terhadap proses pembelajaran peserta didik di Indonesia. Salah satu dampak yang paling sering muncul di lingkungan sekolah adalah kebingungan siswa dalam memahami materi serta meningkatnya kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Ketidakstabilan kurikulum juga berkontribusi terhadap kesenjangan pengetahuan, baik antar generasi siswa maupun antar wilayah, khususnya ketika mereka dihadapkan pada tuntutan pembelajaran baru yang belum diimbangi dengan kesiapan sistem pendukung yang memadai. Pergantian kurikulum yang tidak disertai dengan proses transisi yang efektif dapat memperburuk ketimpangan mutu pendidikan dan membebani peserta didik dengan penyesuaian yang terlalu cepat.

              Salah satu permasalahan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah kurangnya integrasi antara materi teoretis yang diajarkan di kelas dan penerapannya dalam konteks kehidupan nyata. Banyak peserta didik merasakan bahwa isi kurikulum cenderung bersifat abstrak dan kurang relevan dengan permasalahan praktis yang mereka hadapi sehari-hari. Studi yang dilakukan oleh Rina et al. (2022) dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan mengungkapkan bahwa sekitar 70% siswa merasa belum siap memasuki dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikan formal. Temuan ini menunjukkan bahwa kurikulum yang diterapkan belum secara optimal membekali siswa dengan kompetensi dan keterampilan kontekstual yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan, termasuk dalam aspek profesional maupun sosial.

Selain itu, frekuensi perubahan kurikulum yang cukup tinggi turut menjadi faktor yang mengganggu kontinuitas proses pendidikan di Indonesia. Setiap kali terjadi pergantian kurikulum, pendidik memerlukan waktu dan pelatihan khusus untuk memahami serta mengimplementasikan kurikulum yang baru, sementara peserta didik dituntut untuk segera beradaptasi dengan materi pembelajaran yang sering kali berbeda dari sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Rahmawati (2021) menunjukkan bahwa ketidakstabilan kurikulum dapat berdampak negatif terhadap kualitas pembelajaran dan berkontribusi pada menurunnya minat siswa terhadap proses pendidikan. Dengan demikian, diperlukan analisis yang komprehensif terhadap implementasi kurikulum yang sedang berlaku, guna merumuskan solusi yang lebih tepat untuk meningkatkan relevansi dan efektivitas pendidikan nasional.

 Permasalahan kedua yang menjadi hambatan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia adalah adanya kecenderungan untuk mempolitisasi berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pendidikan. Politisasi ini menciptakan jurang yang dalam bagi kemajuan bangsa karena mengganggu arah dan konsistensi kebijakan yang telah dirancang sebelumnya. Sistem pendidikan, sebagai fondasi utama pembangunan bangsa dan pembentukan generasi penerus, menjadi salah satu sektor yang paling terdampak. Pendidikan memegang peran krusial dalam menentukan masa depan bangsa, sebab tongkat estafet kepemimpinan dan pembangunan akan diwariskan kepada generasi muda. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM harus menjadi prioritas utama, khususnya bagi pemerintah dan Kementerian Pendidikan. Ketimpangan kualitas SDM di berbagai wilayah juga menimbulkan konsekuensi tersendiri terhadap pertumbuhan dan perkembangan negara secara keseluruhan.

  Situasi ini menjadi persoalan besar dalam dunia pendidikan, sehingga dibutuhkan kemandirian kurikulum sebagai respons terhadap kecenderungan penggunaan kurikulum untuk kepentingan politik di Indonesia. Kemandirian kurikulum merujuk pada sistem kurikulum yang terbebas dari intervensi kepentingan politik jangka pendek, dan lebih berorientasi pada kebutuhan serta kepentingan peserta didik. Upaya menuju kemandirian ini dapat diwujudkan melalui pelibatan berbagai pemangku kepentingan seperti pendidik, ahli pendidikan, akademisi, serta masyarakat dalam proses perumusan dan evaluasi kurikulum. Pelibatan tersebut akan memastikan bahwa kurikulum yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan serta aspirasi peserta didik, bukan sekadar agenda politik kelompok tertentu. Di samping itu, prinsip transparansi dalam proses perumusan kurikulum juga sangat penting. Dengan adanya keterbukaan informasi, masyarakat dapat mengawal dan memahami proses pengambilan keputusan kurikulum, sehingga mencegah potensi manipulasi kurikulum untuk tujuan politik yang mengabaikan kepentingan pendidikan secara substansial.

 Secara konseptual, kajian politik pendidikan berfokus pada peran negara dalam mengelola dan mengarahkan sistem pendidikan. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan asumsi, kepentingan, serta strategi perubahan pendidikan dalam konteks masyarakat secara lebih mendalam. Melalui pendekatan ini, kita dapat memahami keterkaitan antara kebutuhan politik negara dan isu-isu praktis yang terjadi di sekolah, seperti kesadaran kelas, serta bentuk-bentuk dominasi dan subordinasi yang dibangun melalui sistem pendidikan. Dalam konteks Indonesia, dinamika perubahan kurikulum mencerminkan realitas politik dan tantangan struktural yang dihadapi oleh sistem pendidikan nasional. Meskipun perubahan kurikulum sering kali didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menyiapkan peserta didik menghadapi masa depan yang semakin kompleks, frekuensi perubahan yang terlalu tinggi justru dapat mengganggu stabilitas, konsistensi, dan efektivitas proses pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, pemahaman terhadap politik pendidikan menjadi penting agar setiap kebijakan kurikulum tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga reflektif dan berkelanjutan.

 Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, mendefinisikan pendidikan sebagai proses tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, dengan tujuan untuk mengarahkan seluruh potensi kodrati yang dimiliki anak agar mereka, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pandangan ini menegaskan bahwa esensi pendidikan bukan sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya yang mampu hidup bermakna dalam masyarakat. Oleh karena itu, segala bentuk perubahan kebijakan, termasuk perubahan kurikulum, seharusnya tidak terjebak dalam kepentingan sesaat atau politis, melainkan berorientasi pada pengembangan potensi peserta didik secara holistik. Dalam konteks inilah, penting untuk menata sistem pendidikan yang konsisten, relevan, dan berkelanjutan guna mewujudkan cita-cita pendidikan nasional sebagaimana digariskan oleh Ki Hajar Dewantara.


Kamis, 29 Mei 2025

Mengapa Rapat Organisasi Anda Seperti Drama Tanpa Akhir ?

By Safrin Lamusrin, Yasrin A. Abas, & Umar Rahman



Dok. HMJ IHK-PPKn

    Mengapa Anda memiliki rapat organisasi yang terlihat seperti sinetron tanpa mengakhirinya ? Dimulai dengan banyak orang , berlanjut dengan berbagai argumen panjang , dan berakhir tanpa keputusan yang dibuat dengan jelas . Jika demikian halnya , maka banyak organisasi menghadapi masalah yang sama : rapat yang perlu menjadi topik diskusi dan pengambilan keputusan yang berubah menjadi perdebatan tentang panjang tanpa solusi . Bagaimana ini bisa terjadi ?

1. Terlalu Banyak Bicara, Sedikit Kesimpulan

        Salah satu alasan utama alasan Mengapa organisasi berakhir dengan dramatis adalah karena selalu ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab. organisasi akhirnya menjadi dramatis adalah bahwa selalu ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab. cara yang dramatis. mereka yang senang mengulang-ulang paragraf yang sudah ditulis, yang lain yang mengemukakan ide-ide baru yang tidak relevan, dan ada pula yang merasa harus menjelaskan keberadaan mereka dengan cara yang ringan. Ada adalah orang yang senang menggunakan poin yang sudah pernah dibahas, ada yang membuat komentar baru yang tidak relevan, dan orang-orang ituyang sekadar perlu menjelaskan keberadaannya dengan cara yang jelas dan ringkas. yang gemar menggunakan poin-poin yang sudah pernah dibahas, sebagian yang mengemukakan komentar-komentar baru yang tidak relevan, dan sebagian yang sekadar perlu menjelaskan keberadaannya dengan cara yang jelas dan ringkas Apa adalah hasilnya? hari ini seperti apa adanya, maka jangan heran jika organisasi Anda berada di tempat yang tepat. Waktu habis untuk diskusi tidak fokus, dan keputusan penting justru terabaikan. Jika semuanya tampak sepertinya, maka jangan heran jika organisasi Anda berjalan di tempat.

2. Tidak Ada Agenda yang Jelas

        Ibarat perjalanan tanpa peta tanpa agenda. Setiap seseorang harus berkumpul , berbicara, dan lalu bingung. Agenda yang tidak jelas akan menimbulkan diskusi tentang bagaimana cara melanjutkannya , dan pada akhirnya , tidak ada kesimpulan yang spesifik. diskusi tentang cara melanjutkan , dan pada akhirnya, tidak ada kesimpulan yang spesifik. Akan lebih baik jika semua orang memulai dengan agenda yang jelas dan fokus pada poin - poin yang disebutkan di atas. Akan lebih baik jika semua orang memulai dengan agenda yang jelas dan fokus pada poin -poin yang disebutkan di atas. Jauh lebih efisien dan tidak merusak!

3. Terlalu Banyak Orang, Terlalu Banyak Pendapat

        Semakin banyak pikiran kreatif, semakin banyak hal yang terjadi.  Ini bisa berfungsi dalam beberapa situasi, tetapi jika tidak dipantau, rapat dapat berubah menjadi perdebatan kusir. Banyak organisasi sering mengundang terlalu banyak orang untuk menghadiri rapat, termasuk orang-orang yang tidak perlu hadir.  Oleh karena itu, semua orang merasa perlu berbicara, dan pertemuan menjadi terlalu bertele-tele.  Meskipun demikian, beberapa orang tidak perlu terlibat dalam setiap keputusan kecil.

4. Tidak Ada Tindakan Setelah Rapat

    Ini adalah bagian yang paling terserap. Setelah berjam-jam berbicara, pertemuan itu akhirnya berakhir tanpa membuat keputusan yang jelas. Tidak ada yang benar-benar mengetahui siapa yang harus melakukan apa, kapan harus dilakukan, atau bagaimana tindakan selanjutnya akan dilakukan. Jika ini terus terjadi, rapat akan menjadi formalitas yang tidak produktif dan tidak produktif.

5. Ego dan Drama Personal

        Beberapa pertemuan berubah menjadi arena pertengkaran karena keangkuhan yang berlebihan. Ada yang ingin selalu didengar, ada yang tidak mau kalah, dan ada juga yang sengaja membuat suasana menjadi tidak menyenangkan dengan memasukkan masalah pribadi ke dalam percakapan. Tujuan dari rapat seharusnya adalah untuk bekerja sama, bukan untuk menunjukkan siapa yang paling cerdas atau paling berkuasa. Tidak mengherankan jika pertemuan berakhir dengan terjadi tanpa hasil jika kepentingan pribadi lebih penting daripada tujuan organisasi.

Bagaimana Cara Menghentikan Drama Ini?

Kalau Anda ingin rapat organisasi lebih efektif, coba terapkan beberapa langkah ini:

1.  Tetapkan agenda yang jelas sebelum rapat dimulai.

2. Batasi peserta rapat hanya kepada mereka yang benar-benar berkepentingan.

3. Tentukan batas waktu untuk setiap diskusi agar tidak berlarut-larut.

4. Dorong setiap peserta untuk langsung ke inti masalah, tanpa bertele-tele.

5. Pastikan ada keputusan konkret dan tindakan yang jelas setelah rapat.

Jika langkah-langkah ini diterapkan, rapat organisasi Anda tidak akan lagi seperti drama tanpa akhir. Sebaliknya, akan menjadi pertemuan yang efisien, penuh solusi, dan tentu saja tidak membuat lelah.

Jadi, apakah Anda siap mengubah cara rapat organisasi Anda?

PENDIDIKAN JANGAN JADIKAN KELINCI PERCOBAAN KURIKULUM

By Safrin Lamusrin 

    


Sumber Gambar :  https://www.trenopini.com/2021/01/kurikulum-sering-berubah-ke-mana-arah.html

Pendidikan adalah pilar utama kemajuan sebuah bangsa. Ia adalah fondasi yang menopang peradaban, mencetak generasi penerus yang cerdas, berkarakter, dan mampu menjawab tantangan zaman. Namun, sayangnya, dalam beberapa waktu terakhir, kita menyaksikan dinamika yang kurang menggembirakan dalam dunia pendidikan di negeri ini. Alih-alih menjadi ruang pengembangan potensi yang stabil dan terencana, pendidikan kita terkadang terasa seperti arena eksperimen yang terus berubah-ubah, menjadikan siswa dan guru sebagai "kelinci percobaan" dari kebijakan yang belum sepenuhnya teruji.

    Salah satu isu yang paling mencolok adalah frekuensi perubahan kurikulum. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, kita telah beberapa kali mengalami pergantian kurikulum dengan berbagai justifikasi. Perubahan yang terlalu sering ini menimbulkan dampak yang signifikan. Bagi siswa, mereka dipaksa untuk terus beradaptasi dengan pendekatan dan materi yang berbeda, tak jarang menimbulkan kebingungan dan kesulitan dalam proses belajar. Guru pun demikian, mereka harus berjibaku dengan beban administrasi baru, pelatihan yang terkadang minim, dan keharusan untuk terus menyesuaikan metode pengajaran dengan kurikulum yang terus berganti. Alih-alih fokus pada peningkatan kualitas pembelajaran, energi dan waktu guru justru terkuras untuk urusan administratif dan adaptasi kurikulum. Perubahan yang terburu-buru ini juga tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengevaluasi efektivitas kurikulum sebelumnya, sehingga kita sulit mengukur apakah perubahan yang dilakukan benar-benar membawa perbaikan yang signifikan.

    Ironisnya, seringkali perubahan kebijakan pendidikan ini minim melibatkan suara dari para pelaku utama di lapangan: guru, siswa, praktisi pendidikan, dan bahkan orang tua. Keputusan strategis yang menyangkut masa depan generasi penerus bangsa seolah-olah hanya dirumuskan di ruang-ruang terbatas tanpa mendengarkan aspirasi dan pengalaman mereka yang berinteraksi langsung dengan proses pembelajaran. Padahal, perspektif dari berbagai pihak ini sangat krusial untuk menghasilkan kebijakan yang komprehensif, realistis, dan implementatif. Kebijakan yang lahir tanpa melibatkan stakeholder berpotensi besar menemui kendala di lapangan, bahkan kontraproduktif terhadap tujuan pendidikan itu sendiri.

    Masalah lain yang tak kalah penting adalah implementasi kebijakan yang seringkali tergesa-gesa dan kurang persiapan. Sebuah kebijakan yang baik di atas kertas belum tentu berjalan mulus di lapangan jika tidak didukung oleh persiapan yang matang. Kita sering menyaksikan bagaimana perubahan kurikulum atau kebijakan pendidikan lainnya diumumkan dan diterapkan dalam waktu yang relatif singkat, tanpa memberikan waktu yang cukup bagi sekolah dan guru untuk memahami, mempersiapkan diri, dan mendapatkan pelatihan yang memadai. Akibatnya, implementasi menjadi setengah hati, sumber daya pendukung kurang memadai, dan tujuan dari kebijakan tersebut sulit tercapai secara optimal.

    Ketidakstabilan dalam sistem pendidikan ini tentu berdampak pada psikologis dan akademik siswa. Mereka yang seharusnya belajar dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan terprediksi, justru dihadapkan pada ketidakpastian dan keharusan untuk terus beradaptasi. Perubahan yang terus-menerus dapat menimbulkan stres, kebingungan, dan demotivasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar dan perkembangan karakter mereka. Pendidikan seharusnya menjadi wahana untuk menumbuhkan potensi secara optimal, bukan menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastian.

    Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa pendidikan bukanlah arena untuk coba-coba. Setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada kajian yang mendalam, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan diimplementasikan dengan persiapan yang matang. Proses evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap setiap kebijakan pendidikan juga menjadi krusial. Perubahan seharusnya didorong oleh hasil evaluasi yang valid dan terukur, bukan sekadar oleh gagasan baru yang belum teruji dampaknya.

    Sudah saatnya kita berhenti menjadikan pendidikan sebagai "kelinci percobaan". Masa depan bangsa ini terlalu berharga untuk dipertaruhkan oleh kebijakan yang terburu-buru dan kurang terencana. Mari kita bersama-sama mengawal kebijakan pendidikan agar lebih stabil, terukur, dan benar-benar berpihak pada kepentingan terbaik siswa dan guru, demi kemajuan generasi penerus bangsa yang kita cintai.

 

Rabu, 25 Desember 2024

KRITIK TERHADAP KAPITALISME (Perspektif Marxisme Dan Alternatif Sosial)

 

KRITIK TERHADAP KAPITALISME

(Perspektif Marxisme Dan Alternatif Sosial)

Oleh 

Akbar Mokodompit

Sumber Gambar : https://mengeja.id/2020/06/25/kritik-marx-terhadap-sistem-ekonomi-kapitalis/


    Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi dominan didunia, telah menjadi sasaran kritik tajam dari berbagai sudut pandang. Salah satu perspektif yang paling berpengaruh dalam mengkritik kapitalisme adalah marxisme. Karl marx, bersama dengan friedrich engels, mengembangkan teori yang menyoroti ketidaksetaraan sistemik dan konflik kelas dalam kapitalisme. Perspektif marxisme ini menawarkan pandangan kritis terhadap fondasi kapitalisme dan menyajikan alternatif sosial yang berbeda.

           Dalam pandangan marxisme, kapitalisme dianggap sebagai sistem yang mendasarkan diri pada eksploitasi kelas. Marx mengindentifikasi dua kelas utama dalam masyarakat kapitalis: buruh atau proletariat, yang menjual keahlian dan tenaganya untuk upah, dan borjuis, yang memiliki modal dan mempekerjakan buruh untuk mendapatkan keuntungan. Kritik marx terhadap kapitalisme terpusat pada konsep surplus value, dimana nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh melebihi upah yang diterimanya. Hal ini menyebabkan akumulasi kekayaan borjuis, sementara buruh terjebak dalam kondisi ekonomi yang sulit.

            Seiring berjalannya waktu, kritik terhadap kapitalisme dari perspektif marxisme telah berkembang untuk mencakup aspek-aspek lain dari sistem ini. Misalnya, teori alienasi marx menyoroti bagaimana pekerja kehilangan kontrol atas produk kerjanya sendiri, measa terasing dari hasil kerja mereka. Alternatif sosial yang diusulkan oleh marxisme adalah masyarakat sosialis dimana alat produksi dimiliki secara kolektif oleh seluruh masyarakat. Marx mengenali bahwa transformasi ini tidak akan terjadi secara damai dan mengajukan konsep revolusi proletariat sebagai langkah menuju perubahan sosial fundamental. Dalam masyarakat sosialis yang diinginkan, keuntungan bersama dan distribusi yang adil akan menjadi landasan, menggantikan sistem kapitalis yang dikeluhkan karena ketidaksetaraan yang mendalam.

            Dalam masyarakat  sosialis yang diinginkan, keuntungan bersama dan distribusi yang adil akan menjadi landasan, menggantikan sistem kapitalis yang dikeluhkan karena ketidaksetaraan yang mendalam. Namun kritik terhadap marxisme juga muncul, baik dalam konteks teori maupun praktik. Beberapa menyoroti kekurangan dalam pengembangan ideologi sosialis konkret dan kegagalan rezim sosialis dibeberapa negara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu, sambil memahami ketidakadilan kapitalisme,ada kebutuhan untuk  mengeksplorasi alternatif sosial lain yang dapat memberikan solusi yang lebih berkelanjutan.

          Sebagai contoh alternatif sosial, beberapa cendekiawan menyoroti pentingnya ekonomi partisipatif, dimana keputusan ekonomi dibuat secara demokratis oleh seluruh anggota masyarakat. Sistem ini bertujuan untuk mengatasi ketidaksertaan dan konflik kelas dengan memberikan suara kepada semua individu, bukan hanya kepada mereka yang memiliki kekayaan atau modal. Selain itu, pendekatan ekonomi partisipatif menekanka  pentingnya keadilan sosial, keberlanjtan lingkungan, dan kesejahteraan bersama.

         Dengan demikian, kritik terhadap kapitalisme dari perspektif marxisme membawa kita untuk merenungkan tantangan mendalam yang dihadapi oleh sistem ini. Meskipun ada kekurangan dalam implementasi alternatif sosial yang diusulkan, diskusi ini mengingatkan kita akan perlunya eksplorasi konstan terhadap cara-cara untuk meningkatkan sistem ekonomi dan menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA’

Friedrich, E (2006), Tentang Kapital marx: Perjuangan kaum-buruh terhadap sistem pabrik dan mesin.Bandung: Ultimatus Dan Yayasan AKATIGA.

Firdaus, S (2010), Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, dan pengaruhnya Terhadap dunia ke-3. Jakarta: Bumi Aksara.

Georg,   L (2010), Dialektika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 

 


GENERASI MUDA ADALAH ASET BESAR DALAM MEMBANGUN JATI DIRI BANGSA

 Oleh 

Nirma R. Bioto

    Dewasa ini, ketika kita melihat kembali perjuangan bangsa indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak lepas dari peran penting para pemuda kita. Mulai dari berdirinya organisasi budy utomo pada 20 mei 1908 dan terjadinya peristiwa sumpah pemuda pada 28 oktober 1928. Dari situlah pemuda kita telah berhasil membangkitkan semangat rakyat indonesia untuk terus berjuang dalam merebut kemerdekaan yang telah diidamkan oleh seluruh rakyat indonesia. Sampai pada akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil yang ditandai pembacaan proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonsia yang dibacakan oleh proklamator kita yaitu i.r soekarno dan mohammad hatta pada 17 agustus 1945. Namun meskipun kemerdekaan telah diraih, tantangan di masa ini tidak terhenti.      

            Di era globalisasi saat ini kita dihadapkan dengan berbagai tantangan, di mana bangsa ini mulai kehilangan jati dirinya, deangan adanya korupsi yang semakin menggurita baik dari kaum pengusaha dan kaum politik pada tingkat pusat, daerah, hingga di desa-desa ketika tidak ada tanda-tanda perbaikan, perilaku wakil rakyat yang seharusnya peduli ternyata  melupakan aspirasinya, terpurukya moral, terjadinya krisis keteladanan, maraknya tindakan kekerasan, arogansi, anarkhisme dan sejenisnya, semakin mengkhawatirkan. Demikian pula keamanan mulai rapuh, persaudaraan mulai memudar serta konfilk terus berkepanjangan dan entah sadar atau tidaknya aset-aset kekayaan bangsa dikuasai pihak asing dengan dalih kesejahteraan. Begitu pula dengan pemuda yang dimana adalah penggerak perubahan, namun kenyataanya gambaran pemuda saat ini adalah penuh dengan dinamika, tantangan serta harapan karna mereka hidup diera yang mana menawarkan peluang sekaligus tantangan baru yang muncul dalam bentuk arus informasi global, budaya asing, dan teknologi yang memengaruhi cara hidup generasi muda. Sehingga dapat memunculkan ancaman terhadap jati diri bangsa jika tidak disikapi dengan bijaksana. 

            Indonesia adalah negeri kita, bangsa kita, tanah kita oleh karnanya bangsa ini adalah tanggung jawab kita bersama, kita tidak boleh membiarkan masa depan dan keutuhannya terancam, kita tidak boleh lengah dalam menjaga kedaulatan bangsa dan martabat negeri. Sebagai bagian dari bumi pretiwi ini kita tidak bisa tinggal diam membiarkan identitas dan kekayaan budaya kita terkikis, hilang dan lenyap di lahap masa untuk itu generasi pemuda harus ikut serta dalam menjaga integritas negeri ini.

            Pemuda sebagai tongkat estafet bukan sekedar penerus. Ditangan pemuda mimpi bangsa tidak hanya angan-angan, tetapi menjadi langkah nyata menuju perubahan, dengan hasrat untuk mencapai kemerdekaan. Tentunya kita seabagai pemuda harus senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai luhur agama dan nilai mancasila disetiap proses pembelajaran yang akan mengantarkan kita pada kesempurnaan antara dialektika dengan diri sendiri dan ralitas kehidupan. Selain dari pada itu generasi mudah menjadi peran penting dalam menentukan perkembangan suatu bangsa dan negara. Karena kalau bukan pemuda lalu siapa lagi?. Pemuda pada hakekatnaya adalah pelopor serta penegak tongkat peradaban bangsa dan negara, bungkarno pernah berkata “Berikanlah aku seribu orang tua niscaya akan aku cabut semeru dari akarnya dan berikan aku sepuluh pemuda niscaya akan aku guncangkan dunia” dari pesan itu kita seharusnya menyadari bahwa pemuda sangatlah berperan penting. Lalu peran seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh pemuda kalau bukan sebagai pembela negara untuk apa pemuda menjadi aktor dalam implementasi dan kontribusi bangsa kalau bukan sebagai bentuk cinta terhadap bangsa dan negara.

 


Pendidikan Karakter

 Oleh

Safrin Lamusrin

Pengertian Karakter

         Karakter adalah seperangkat sifat yang selalu dikagumi menjadi tanda-tanda kebaikan, kebajikan dan kematangan moral seorang. Secara etimologi, istilah karakter asal dari bahasa Latin character, yang berarti tabiat, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian serta akhlak. menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menyebutkan bahwa karakter adalah sifat nyata serta tidak sinkron yg ditunjukkan sang individu, sejumlah atribut yg bisa diamati di individu.

          Wyne berkata bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laris. oleh karena itu seseorang yg berperilaku tidak amanah, kejam atau rakus dikatakan menjadi orang yang berkarakter buruk , sementara orang yg berprilaku jujur, senang menolong dikatakan menjadi orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya menggunakan personality (kepribadian) seorang.

Fungsi Karakter. 

  1. Fungsi Pembentukan Dan Pengembangan, Pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai pembentukan dan pengembangan potensi, hal ini berarti peserta didik mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk berpikir baik, berhati nurani yang baik , dan berperilaku baik serta berbudi pekerti yang luhur.
  2. Fungsi Untuk Penyaring.  Pendidikan karakter juga berfungsi sebagai filter, sehingga masyarakat dapat memilih dan memilih budaya negara mereka sendiri. Diharapkan bahwa karakter pendidikan akan membantu menyaring budaya asing yang tidak sejalan dengan prinsip karakter, serta budaya Indonesia yang berbudi pekerti luhur.
  3. Penguatan Dan Perbaikan.  Pendidikan karakter mempunyai fungsi sebagai penguatan dan perbaikan, hal ini berarti sistem pendidikan ini berfungsi untuk memperbaiki serta menguatkan peran baik individu, keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.

Tujuan Karakter. 

  Pendidikan karakter untuk memfasilitasi sosialisasi karakter yang harus dimiliki setiap orang agar mereka dapat memberikan manfaat yang paling besar bagi lingkungan sekitar mereka. Berikut adalah beberapa tujuan pendidikan karakter umum:

  • Mengetahui berbagai karakter baik manusia.
  • Memahami sisi baik menjalankan perilaku berkarakter.
  • Dapat mengartikan dan menjelaskan berbagai karakter.
  • Menunjukkan contoh perilaku berkarakter dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-Nilai Dalam Karakter. 

  1. Religius, Diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan lain.
  2. Nasionalis, Ditunjukkan melalui apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
  3. Integritas, Meliputi sikap tanggung jawab, konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran, menghargai martabat individu, serta mampu menunjukkan keteladanan.
  4. Mandiri, Pembelajar sepanjang hayat, mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita.
  5. Gotong royong, Diharapkan peserta didik menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas.

Daftar Pustaka.

https://hukum.uma.ac.id/2021/12/03/apa-itu-pengertian-karakter/

https://www.bola.com/ragam/read/4955535/pengertian-pendidikan-karakter-menurut-para-ahli-fungsi-tujuan-dan-nilainya?page=4 

https://www.liputan6.com/hot/read/5294359/tujuan-pendidikan-karakter-di-indonesia-dan-nilai-nilai-yang-harus-diajarkan?page=3 

PERKENALAN

PERKENALAN BLOG HMJ IHK PPKN      Blog ini merupakan media resmi yang berada di bawah naungan Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum dan Kema...