Kamis, 29 Mei 2025

Mengapa Rapat Organisasi Anda Seperti Drama Tanpa Akhir ?

By Safrin Lamusrin, Yasrin A. Abas, & Umar Rahman



Dok. HMJ IHK-PPKn

    Mengapa Anda memiliki rapat organisasi yang terlihat seperti sinetron tanpa mengakhirinya ? Dimulai dengan banyak orang , berlanjut dengan berbagai argumen panjang , dan berakhir tanpa keputusan yang dibuat dengan jelas . Jika demikian halnya , maka banyak organisasi menghadapi masalah yang sama : rapat yang perlu menjadi topik diskusi dan pengambilan keputusan yang berubah menjadi perdebatan tentang panjang tanpa solusi . Bagaimana ini bisa terjadi ?

1. Terlalu Banyak Bicara, Sedikit Kesimpulan

        Salah satu alasan utama alasan Mengapa organisasi berakhir dengan dramatis adalah karena selalu ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab. organisasi akhirnya menjadi dramatis adalah bahwa selalu ada banyak pertanyaan yang tidak dapat dijawab. cara yang dramatis. mereka yang senang mengulang-ulang paragraf yang sudah ditulis, yang lain yang mengemukakan ide-ide baru yang tidak relevan, dan ada pula yang merasa harus menjelaskan keberadaan mereka dengan cara yang ringan. Ada adalah orang yang senang menggunakan poin yang sudah pernah dibahas, ada yang membuat komentar baru yang tidak relevan, dan orang-orang ituyang sekadar perlu menjelaskan keberadaannya dengan cara yang jelas dan ringkas. yang gemar menggunakan poin-poin yang sudah pernah dibahas, sebagian yang mengemukakan komentar-komentar baru yang tidak relevan, dan sebagian yang sekadar perlu menjelaskan keberadaannya dengan cara yang jelas dan ringkas Apa adalah hasilnya? hari ini seperti apa adanya, maka jangan heran jika organisasi Anda berada di tempat yang tepat. Waktu habis untuk diskusi tidak fokus, dan keputusan penting justru terabaikan. Jika semuanya tampak sepertinya, maka jangan heran jika organisasi Anda berjalan di tempat.

2. Tidak Ada Agenda yang Jelas

        Ibarat perjalanan tanpa peta tanpa agenda. Setiap seseorang harus berkumpul , berbicara, dan lalu bingung. Agenda yang tidak jelas akan menimbulkan diskusi tentang bagaimana cara melanjutkannya , dan pada akhirnya , tidak ada kesimpulan yang spesifik. diskusi tentang cara melanjutkan , dan pada akhirnya, tidak ada kesimpulan yang spesifik. Akan lebih baik jika semua orang memulai dengan agenda yang jelas dan fokus pada poin - poin yang disebutkan di atas. Akan lebih baik jika semua orang memulai dengan agenda yang jelas dan fokus pada poin -poin yang disebutkan di atas. Jauh lebih efisien dan tidak merusak!

3. Terlalu Banyak Orang, Terlalu Banyak Pendapat

        Semakin banyak pikiran kreatif, semakin banyak hal yang terjadi.  Ini bisa berfungsi dalam beberapa situasi, tetapi jika tidak dipantau, rapat dapat berubah menjadi perdebatan kusir. Banyak organisasi sering mengundang terlalu banyak orang untuk menghadiri rapat, termasuk orang-orang yang tidak perlu hadir.  Oleh karena itu, semua orang merasa perlu berbicara, dan pertemuan menjadi terlalu bertele-tele.  Meskipun demikian, beberapa orang tidak perlu terlibat dalam setiap keputusan kecil.

4. Tidak Ada Tindakan Setelah Rapat

    Ini adalah bagian yang paling terserap. Setelah berjam-jam berbicara, pertemuan itu akhirnya berakhir tanpa membuat keputusan yang jelas. Tidak ada yang benar-benar mengetahui siapa yang harus melakukan apa, kapan harus dilakukan, atau bagaimana tindakan selanjutnya akan dilakukan. Jika ini terus terjadi, rapat akan menjadi formalitas yang tidak produktif dan tidak produktif.

5. Ego dan Drama Personal

        Beberapa pertemuan berubah menjadi arena pertengkaran karena keangkuhan yang berlebihan. Ada yang ingin selalu didengar, ada yang tidak mau kalah, dan ada juga yang sengaja membuat suasana menjadi tidak menyenangkan dengan memasukkan masalah pribadi ke dalam percakapan. Tujuan dari rapat seharusnya adalah untuk bekerja sama, bukan untuk menunjukkan siapa yang paling cerdas atau paling berkuasa. Tidak mengherankan jika pertemuan berakhir dengan terjadi tanpa hasil jika kepentingan pribadi lebih penting daripada tujuan organisasi.

Bagaimana Cara Menghentikan Drama Ini?

Kalau Anda ingin rapat organisasi lebih efektif, coba terapkan beberapa langkah ini:

1.  Tetapkan agenda yang jelas sebelum rapat dimulai.

2. Batasi peserta rapat hanya kepada mereka yang benar-benar berkepentingan.

3. Tentukan batas waktu untuk setiap diskusi agar tidak berlarut-larut.

4. Dorong setiap peserta untuk langsung ke inti masalah, tanpa bertele-tele.

5. Pastikan ada keputusan konkret dan tindakan yang jelas setelah rapat.

Jika langkah-langkah ini diterapkan, rapat organisasi Anda tidak akan lagi seperti drama tanpa akhir. Sebaliknya, akan menjadi pertemuan yang efisien, penuh solusi, dan tentu saja tidak membuat lelah.

Jadi, apakah Anda siap mengubah cara rapat organisasi Anda?

PENDIDIKAN JANGAN JADIKAN KELINCI PERCOBAAN KURIKULUM

By Safrin Lamusrin 

    


Sumber Gambar :  https://www.trenopini.com/2021/01/kurikulum-sering-berubah-ke-mana-arah.html

Pendidikan adalah pilar utama kemajuan sebuah bangsa. Ia adalah fondasi yang menopang peradaban, mencetak generasi penerus yang cerdas, berkarakter, dan mampu menjawab tantangan zaman. Namun, sayangnya, dalam beberapa waktu terakhir, kita menyaksikan dinamika yang kurang menggembirakan dalam dunia pendidikan di negeri ini. Alih-alih menjadi ruang pengembangan potensi yang stabil dan terencana, pendidikan kita terkadang terasa seperti arena eksperimen yang terus berubah-ubah, menjadikan siswa dan guru sebagai "kelinci percobaan" dari kebijakan yang belum sepenuhnya teruji.

    Salah satu isu yang paling mencolok adalah frekuensi perubahan kurikulum. Dalam kurun waktu yang relatif singkat, kita telah beberapa kali mengalami pergantian kurikulum dengan berbagai justifikasi. Perubahan yang terlalu sering ini menimbulkan dampak yang signifikan. Bagi siswa, mereka dipaksa untuk terus beradaptasi dengan pendekatan dan materi yang berbeda, tak jarang menimbulkan kebingungan dan kesulitan dalam proses belajar. Guru pun demikian, mereka harus berjibaku dengan beban administrasi baru, pelatihan yang terkadang minim, dan keharusan untuk terus menyesuaikan metode pengajaran dengan kurikulum yang terus berganti. Alih-alih fokus pada peningkatan kualitas pembelajaran, energi dan waktu guru justru terkuras untuk urusan administratif dan adaptasi kurikulum. Perubahan yang terburu-buru ini juga tidak memberikan ruang yang cukup untuk mengevaluasi efektivitas kurikulum sebelumnya, sehingga kita sulit mengukur apakah perubahan yang dilakukan benar-benar membawa perbaikan yang signifikan.

    Ironisnya, seringkali perubahan kebijakan pendidikan ini minim melibatkan suara dari para pelaku utama di lapangan: guru, siswa, praktisi pendidikan, dan bahkan orang tua. Keputusan strategis yang menyangkut masa depan generasi penerus bangsa seolah-olah hanya dirumuskan di ruang-ruang terbatas tanpa mendengarkan aspirasi dan pengalaman mereka yang berinteraksi langsung dengan proses pembelajaran. Padahal, perspektif dari berbagai pihak ini sangat krusial untuk menghasilkan kebijakan yang komprehensif, realistis, dan implementatif. Kebijakan yang lahir tanpa melibatkan stakeholder berpotensi besar menemui kendala di lapangan, bahkan kontraproduktif terhadap tujuan pendidikan itu sendiri.

    Masalah lain yang tak kalah penting adalah implementasi kebijakan yang seringkali tergesa-gesa dan kurang persiapan. Sebuah kebijakan yang baik di atas kertas belum tentu berjalan mulus di lapangan jika tidak didukung oleh persiapan yang matang. Kita sering menyaksikan bagaimana perubahan kurikulum atau kebijakan pendidikan lainnya diumumkan dan diterapkan dalam waktu yang relatif singkat, tanpa memberikan waktu yang cukup bagi sekolah dan guru untuk memahami, mempersiapkan diri, dan mendapatkan pelatihan yang memadai. Akibatnya, implementasi menjadi setengah hati, sumber daya pendukung kurang memadai, dan tujuan dari kebijakan tersebut sulit tercapai secara optimal.

    Ketidakstabilan dalam sistem pendidikan ini tentu berdampak pada psikologis dan akademik siswa. Mereka yang seharusnya belajar dalam lingkungan yang aman, nyaman, dan terprediksi, justru dihadapkan pada ketidakpastian dan keharusan untuk terus beradaptasi. Perubahan yang terus-menerus dapat menimbulkan stres, kebingungan, dan demotivasi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar dan perkembangan karakter mereka. Pendidikan seharusnya menjadi wahana untuk menumbuhkan potensi secara optimal, bukan menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastian.

    Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menyadari bahwa pendidikan bukanlah arena untuk coba-coba. Setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada kajian yang mendalam, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan diimplementasikan dengan persiapan yang matang. Proses evaluasi yang komprehensif dan berkelanjutan terhadap setiap kebijakan pendidikan juga menjadi krusial. Perubahan seharusnya didorong oleh hasil evaluasi yang valid dan terukur, bukan sekadar oleh gagasan baru yang belum teruji dampaknya.

    Sudah saatnya kita berhenti menjadikan pendidikan sebagai "kelinci percobaan". Masa depan bangsa ini terlalu berharga untuk dipertaruhkan oleh kebijakan yang terburu-buru dan kurang terencana. Mari kita bersama-sama mengawal kebijakan pendidikan agar lebih stabil, terukur, dan benar-benar berpihak pada kepentingan terbaik siswa dan guru, demi kemajuan generasi penerus bangsa yang kita cintai.

 

Ketimpangan yang Dilanggengkan

 By Akbar R Mokodompit Ilustrasi Karl Marx menulis Das Kapital bukan sekadar untuk menjelaskan bagaimana ekonomi bekerja, tetapi untuk membo...